Professor itu meletakan sebuah stoples besar dan beberapa kantung di atas meja di kelasnya. Dengan santai, sang Professor memasukan batu-batu dari kantung pertama, mengoyangkan stoples sebentar, kemudian menambahkan batu-batu tersebut sehingga rata dengan bagian atas stoples. Kantong pertama sudah kosong.
“Apakah stoples ini sudah penuh?” Tanya Professor kepada mahasiwa-mahasiswa di kelasnya.
“Terlihat sudah penuh, Prof!” Jawab mahasisa-mahasiswanya hampir serempak.
“Anda yakin?” Tanya sang Professor kembali. Tanpa menunggu jawaban dari mahasiswa-mahasiswanya, dia kemudian mengambil satu kantung berisi kerikil-kerikil kasar, menuangangkan isinya hingga kosong kantung tersebut. Kemudian bertanya lagi.
“Apakah masih ada ruang di stoples ini?” Sambil memandang seisi kelasnya.
“Kali ini pasti sudah penuh Prof!” Jawab seorang mahasiswa di deretan depan kelasnya cepat.
Tanpa menghiraukan kegaduhan kelasnya, sang Professor mengambil lagi kantung ketiga, menuangkan isinya kedalam stoples. Kali ini kantung ketiga berisi pasir halus tersisa separuh. Professor sepuh tersebut memandang kembali seisi kelasnya. Menelusuri kegaduhan kelasnya hingga hening. Sambil tetap menatap seisi kelasnya, sang Professor menggoncang toples tersebut. Awalnya pelan, namun kemudian semakin cepat dan keras guncangan sang Professor. Pasir halus tersebut mengisi sela-sela batu dan kerikil.
Professor kemudian menuangkan lagi isi kantung ketiga yang terisa tadi, menggoyangkan stoples perlahan hingga pasir rata dengan bagian atas stoples. Isi kantung ketiga berpindah semuanya kedalam stoples.
“Bagaimana dengan sekarang?” Tanya sang Professor kembali.
Kelas gaduh. Namun kemudian seisi kelas yakin. Aklamasi. Suara bulat.
“Penuh! Sudah tidak ada ruang.”
Professor tersenyum bijak. Kemudian menggeleng perlahan.
“Masih ada. Selalu masih ada ruang tersisa.” Katanya perlahan.
Seisi kelas kembali gaduh. Beberapa dari mereka maju ke depan kelas. Menatap stoples sedikit memeriksa. Kemudian menggoyangkannya perlahan. Namun tetap saja, stoples berisi batu, kerikil dan pasir halus tersebut tidak berubah isinya. Rata. Penuh.
“Yakin, Prof! Sudah tak ada lagi benda apapun yang bisa masuk ke dalam toples ini.” Kata seorang mahasiswi yang tadi ikut penasaran mengoyang stoples. Sang professor kemudian mengambil gelas minumnya. Mengisinya dengan air hingga penuh. Secara perlahan, sang professor menuangkannya kedalam toples hingga kosong. Mengambil lagi air separuh gelas, dan menuangkannya kembali kedalam toples. Penuh. Tak setetespun air tercecer, begitu juga sebutir pasir pun dari dalam toples. Pas.
Sebagai mahasiswa, saat ini adalah waktu untuk mencicil hal-hal mana saja yang baik dan kita butuhkan untuk mengisi stoples kehidupan kita. Lulus kuliah tepat waktu, lulus dengan Indeks Prestasi (IPK) terbaik, menguasai dan trampil menggunakan bahasa asing. Dapat memahami berbagai karakter dan watak orang lain dan dapat bekerjasama dengan mereka melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus. Membaca banyak buku dan literature untuk memperkaya ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dari kelas kuliah.
Aktiv dalam kelompok diskusi dan debat untuk melatik kemampuan berkomunikasi dan sistematika berbahasa lisan. Ikut dan aktiv dalam kegiatan social dan pengabdian masyarakat untuk melatih kepekaan dan keprihatinan terhadap sesama yang miskin yang membutuhkan pendampingan dan uluran tangan.
Pacaran untuk belajar memahami karakter perempuan atau laki-laki. Mengunjungi tempat-tempat wisata untuk membuang kejenuhan kuliah. Main futsal atau olahraga lain untuk menjaga kebugaran tubuh agar tetap fit dan sehat. Kursus memasak atau buat kue atau keterampilan lain untuk mengisi liburan smester. Main PS untuk melatih kecepatan berpikir dan kordinasi gerakan tangan dengan otak. Nonton di bioskop agar tidak tertinggal filem-filem bagus. Ke tempat hiburan malam untuk belajar bagaimana orang mempertaruhkan segalanya dalam bekerja.
Semua aktivitas ini adalah baik, dan mungkin berguna dalam hidup kita saat ini atau kelak dikemudian hari. Aktivitas-aktivitas ini mungkin ada yang lansung membantu pencapaian apapun tujuan hidup kita. Namun kita harus bisa membuat pilihan atas aktivitas-aktivitas tersebut. Pilihan atas aktivitas-aktivitas ini agar kita mampu mengidentifikasi mana aktivitas yang penting dan segera, mana aktivitas yang penting namun bisa ditunda. Aktivitas mana yang tidak penting namun harus saat itu juga dipenuhi dan juga agar kita bisa mengidentifikasi mana aktifitas yang barangkali belum penting dan tidak harus segera dilakukan. Bagaimana menentukan piliha-pilihan ini adalah bagian yang paling kritis. Keliru dalam membuat pilihan akan berdampak sangat serius dalam kehidupan kita.
Ketika pilihan sudah kita buat, aktivitas-aktifitas sudah berhasil kita identifikasi, tahap berikutnya adalah menentukan mana yang prioritas yang harus kita usahakan sungguh-sunguh dalam hidup kita. Aktivitas “batu”-aktivitas yang penting dan segera-mana yang harus masuk terlebidahulu agar aktivitas-aktivitas “kerikil,pasir dan air” lainnya bisa masuk kemudian.
Jika aktivitas-aktivitas “kerikil”-aktivitas yang penting namun bisa ditunda- yang pertama menjadi prioritas untuk mengisi hingga penuh stoples hidup kita maka aktivitas-aktivitas “batu” tidak akan dapat tempat dalam stoples hidup kita, walaupun mungkin masih ada tersedia tempat buat aktivitas-aktivitas “pasir” dan “air”.
Jika kita keliru memilih aktivitas “air” –aktivitas yang tidak penting dan tidak segera- untuk terlebidahulu mengisi penuh stoples kehidupan kita bagaimana mungkin aktivitas lain bisa masuk?
Aktivitas-aktivitas “batu” yang kita pilih untuk terlebidahulu mengisi kehidupan kita otomatis akan menyingkirkan aktivitas “kerikil,pasir dan air”. Aktivitas-aktivitas yang penting dan segera itu barangkali akan menyita banyak waktu dan kesenangan kita. Jika lulus tepat waktu dengan IPK yang tinggi, kursus bahasa asing, aktiv di organisasi kemahasiswaan, terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat di kampus; menjadi aktivitas “batu” maka mau-tidak mau harus ada banyak konsekuensi yang mengikutinya.
Kita mungkin kehilangan banyak waktu untuk bermain. Mungkin sebagian waktu tidur kita tersisih karena belajar. Banyak kesenangan-kesenangan terlepaskan teralihkan untuk mengejar jadwal kuliah dan kursus yang padat. Hal-hal ini adalah konsekuensi dari pilihan yang kita buat. Tak terelahkan. Namun wajar.
Sebagian dari kita mungkin memberontak. Jika seluruh waktu dihabiskan untuk kuliah dan belajar kapan waktu untu main dan bersenang-senang. Bukankah itu juga baik bagi masa muda kita? Jangan takut bahwa kita tak akan sempat menikmati aktivitas-aktivitas “air” apapun bentuknya. Jika aktivitas “air” itu hanya sekedar nonton bioskop, main PS pun selalu masih bisa menjadi bagian dari kehidupan kita. Seperti kata Professor, “Selalu masih ada ruang tersisa”. Kragilan. February 29, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar