Senin, 05 Maret 2012

sederhana



Seperti air, ketika panas ia meninggalkan didih
Lalu menjadi embun yang menyejukan

setia…
seperti tetes tetes embun, ketika kehidupan terlelap
tetap terjaga dan turun menjenguk bumi
Menyejukakan kehampaan.

Penuh gairah namun tenang….
Seperti air tanah yang dalam diam menembuas bebatuan
Hingga muncul menjadi mata air baru…sumber kehidupan.

Kuat, ketika kehidupan tak bersahabat..
Seperti liku sungai, yang karena keloknya, mata air dari gunung
Memuara ke laut tujuannya..

Dengan Tulus …
Setulus bening sungai memberi diri diasinkan laut
Agar kehidupan tak jadi tawar…

Apa adanya  …
Seperti awan menerima uap asin air laut
Karenanya ada embun dan hujan yang menyejukan

membebaskan menjadi diri sendiri…
Seperti air mengisi tempat kosong 
tanpa mau mengubah bentuk wadahnya…

mencintai dengan sederhana..

Kragilan, December 20, 2011, 11.45

Kendali Diri vs Kehendak Bebas

“Bagaimanapun burung dengan warna seindah ini harusnya terbang bebas di alam liarnya. Seberapapun indah sangkar ini, seberapapun lebar dan luasnya sangkar ini tetap saja akan membelenggu kehidupan bebas burung ini.” Kata sang murid aktifis penyelamat kehidupan liar mendebat temannya yang memelihara burung di teras rumahnya. Apapun yang menjadi sanggahan sang teman, apapun alasannya, selalu saja sang aktifis menang adu argument dari pemelihara burung. Dan sang teman menyadari juga bahwa dia salah. Perdebatan tak berlanjut.

Sementara itu, seorang bijak musafir yang kebetulan lewat mendengar percakapan kedua mahasiswa tersebut menghampiri mereka dan menegur dengan santun. “ Benar nak. Bahwa burung itu harusnya hidup di alam liar. Terbang bebas kemanapun ia inginkan. Hinggap di sarang manapun yang ia kehendaki. Hinggap di dahan pohon manapun yang ia ingin singgahi.” Sang bijak musafir diam sebentar. Kemudian melanjutkan. “Tapi pernahkah ananda berdua pikirkan bahwa kesempatan bertahan hidup lebih besar mana antara sang burung ketika hidup di luar, di alam bebas dengan ketika hidup di dalam sangkar?” Kedua mahasiswa intelek dan penyayang binatang ini tertegun sampai – sampai tidak menyadari bahwa sang bijak musyafir telah berlalu pergi, meninggalkan mereka berdua. Menghilang entah kemana.

Ketika berada di dalam sangkar burung Nuri berwarna indah ini mendapat makanan yang layak. Terhindar dari bahaya kelaparan dan tak akan menderita gizi buruk atau busung lapar. Sangkar akan melindunginya dari cuaca ekstrim, hujan dan atau badai yang bisa saja merenggut kehidupannya. Bisa saja ketika di alam bebas sang burung akan dimangsa predator manapun, ataupun tewas ditangan seorang petembak jitu yang tergoda oleh indah warna bulunya.
Kali ini. Sang mahasiswa aktifis penyayang kehidupan liar kembali tertegun oleh pemikirannya sendiri.

Sahabatku.
Salah jika hidup adalah pilihan. Hidup dan mati adalah milik Sang Pencipta. Maka salah besar kalau kita mencoba mengakhiri hidup sebagai pilihan. Hidup memang bukan pilihan. Tapi mengisi hidup itulah, bagaimana menjalani kehidupan inilah yang adalah pilihan setiap kita.

Sebagai mahasiswa, kita pun dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk bagaimana menjalaninya. Begitu pula sebagai orang muda dalam tahapan pengenalan kesejatian diri, kita dihadapkan pada pilihian akan karakter – karakter mana yang akan kita dalami sebagai identitas pribadi kita.

Sebagai mahasiswa kita bisa saja memilih untuk bebas seperti burung dialam liar tanpa dibatasi oleh sangkar manapun. Kita bebas memilih menjadi apapun, menjalani kehidupan seperti apapun yang mau kita jalani. Tanpa hambatan. Tanpa dinding sangkar manapun yang menghambat kita. Atau kita pun bisa saja memilih untuk masuk dalam sangkar. Target akan nilai atau IPK tertentu, target akan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tertentu, target akan lulus tepat waktu bisa saja menjadi sangkar-sangkar yang membatasi ruang gerak kita.

Semua pilihan, apapun itu pasti ada konsekuensinya. Kita bebas tidur dan bangun kapanpun yang kita inginkan. Lalu konsekuensinya  kita mungkin terlambat kuliah jam pertama. Kita bebas untuk tidak berangkat kuliah yang konsekuensinya tak akan lulus mata kuliah tersebut sehingga harus mengulangnya. Kita bebas memilih tak ikut satupun kegiatan ekstrakurikuler sehingga kita tak punya banyak teman yang pada giliranya kita gagal mengenal dan menyesuaikan diri dengan karakter, sifat, kemauan, dan perbedaan yang mungkin kita temui dari perjumpaan kita dengan berbagai macam orang dan karakternya saat berorganisasi. Kita bebas membelanjakan uang kiriman orang tua, hasil kerja keras mereka, mati-matian untuk membiayai kuliah kita, yang konsekuensinya bisa saja kita kelaparan diwaktu tunggu pengiriman berikutnya. Kita bebas mengekploitasi kasih sayang orang tua dengan menipu mereka untuk mengirim tambahan uang guna menutupi ketakmampuan kita mengelolah uang kiriman, dengan konsekuensi kehilangan integritas diri, menjadi penipu. Kita bebas meracuni diri kita dengan rokok dan atau alckohol berlebihan padahal kita tahu bahwa itu pencetus sel kangker.  Konsekuensi yang logis dan tak terhindarkan.

Ataupun kita bisa saja memilih untuk masuk kedalam sangkar. Target akan IPK tertentu menyita waktu main kita. Kita harus mengunakan waktu lebih banyak untuk belajar sehingga kita jarang sekali berkumpul dengan teman-teman. Kita lebih sering ke perpus dan membuang waktu tidur siang kita. Kita tidak bisa tidur dan bangun seenaknya karena harus teratur memilih jam belajar kita. Harus tidur lebih larut karena belajar dan harus bangun lebih pagi untuk mengejar kuliah jam pertama. Kegiatan - kegiatan ekstrakurikuler yang kita ikuti memang menjadikan kita bisa mengenal berbagai perbedaan sehingga mampu menyesuaikan diri dengan setiap perbedaan akan mungkin banyak menyita waktu main kita. Kita harus menghemat uang kiriman yang sudah hemat hanya untuk mengisi apa yang kita butuhkan konsekuensinya bahwa banyak keinginan kita yang harus kita sisihkan. Tak bisa nonton bioskop, belum bisa makan pizza, belum bisa dugem, atau hanya sekedar PS-an bareng teman-teman karena memang harus menghemat uang kiriman kita.  Konsekuensi logis dan tak terhindarkan.

Apapun yang kita pilih untuk dijalani, perbedaannya hanyalah terletak pada “hasil panen” seperti apa yang akan kita peroleh. Bagaimana pilihan-pilihan yang kita jalani dapat mendorong kita menuju tujuan kehidupan kita.

Sebagai orang muda, bisa saja kita memilih mengunakan kesempatan untuk bebas bergaul dengan siapapun, tanpa batasan apapun. Toh kita tidak diawasi orang tua kita yang tinggal dikampung. Kita bisa saja satu kos dengan pacar kita untuk menghemat uang kos kita. Kita bisa saja mengizinkan teman atau pacar kita untuk nginap dan melakukan apapun berdua, toh kita sudah besar. Konsekuensinya adalah mungkin kita mengecewakan orang tua yang mengharapkan kita untuk kuliah terlebi dahulu tapi kita sudah terlanjur bebas mengekspresikan insting reproduksi kita.. Kita mungkin belum siap tapi terpaksa memilih mengkarbitkan diri menjadi orang tua karena terlanjur punya anak. Kita bisa saja  memilih “ah tidak apa – apa asal tidak mengandung”. Namun mungkin konsekuensi yang tak terhindarkan dari kebebasan kita ini yaitu rasa bersalah karena kehilangan kehormatan diri. Sesuatu yang sekali hilang tak akan kita dapatkan kembali. Yang menjadikan kita pribadi yang berbeda. Sama sekali lain dengan sebelumnya.
Ketika memilih menjaga kehormatan diri, sebagai pria dan juga wanita, kitapun dihadapkan pada konsekuensi  tertentu yang tak terhindarkan. Pacar kita harus pulang ke kosnya ditengah hujan badai padahal bisa menginap. Ibu kos tidak pernah peduli kita menginapkan siapa, kita pun ingin dia menginap. Karena pulang kehujanan maka pacar kita bisa saja jatuh sakit. Kita bisa saja kecewa berat ketika pacar kita tak mau menuruti keingina kita untuk ‘melakukannya’ lalu kita merasa tidak diinginkan. Konsekuensinya kita tak kehilangan apapun.

Baik atau tidak nya sebuah pilihan sangat tergantung pada siapa yang menjalaninya. Setiap kita tidak harus sama. Karena perbedaan ukuran yang khas pada setiap pribadi. Pilihan  yang baik bagi seseorang belum tentu baik juga bagi yang lainnya. IPK yang tinggi, aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler, mengenal banyak karakter, lulus tepat waktu, mungkin hanya baik bagi sebagian orang yang kemudian memilih mengusahakannya. Namun belum tentu baik bagi orang yang lain.

Begitu juga ketika memilih untuk bebas bergaul dengan siapapun. Mejalani kebebasan dengan siapa pun selagi masih muda tanpa aturan, tanpa malu, tanpa takut dengan siapapun atau apapun. Bebas sebebas-bebasnya menggunakan kehendak bereproduksi kita tanpa persiapan matang membangun keluarga baru mungkin juga bukan sesuatu yang tidak baik bagi sementara kita.

Hidup bebas dan atau tinggal didalam sangkar adalah pilihan karenanya masing-masing punya konsekuensi.  Hidup bebas dan atau tinggal di dalam sangkar hanyalah pilihan ragawi. Kebebasan jiwa hanya kita peroleh ketika kita nyama berada dalam situasi manapun. Tidak menolak situasi manapun. Bukankah di alam bebas atau di dalam sangkar akan sama saja ketika jiwa kita nyaman tanpa penolakan? Kebebasan yang sejati bukan hanya sekedar “bebas untuk berkeinginan” namun lebih dari itu kebebasan sejati adalah “bebas dari berkeinginan”.

Karakter yang mau kita bangan dari pilihan-pilihan yang kita jalani menunjukan kesejatian kita, khas, pribadi demi pribadi. ( Kragilan, February 3, 2012 )

Prioritas

Professor itu meletakan sebuah stoples besar dan beberapa kantung di atas meja di kelasnya. Dengan santai, sang Professor memasukan batu-batu dari kantung pertama, mengoyangkan stoples sebentar, kemudian menambahkan batu-batu tersebut sehingga rata dengan bagian atas stoples. Kantong pertama sudah kosong.
“Apakah stoples ini sudah penuh?” Tanya Professor kepada mahasiwa-mahasiswa di kelasnya.
“Terlihat sudah penuh, Prof!” Jawab mahasisa-mahasiswanya hampir serempak.
“Anda yakin?” Tanya sang Professor kembali. Tanpa menunggu jawaban dari mahasiswa-mahasiswanya, dia kemudian mengambil satu kantung berisi kerikil-kerikil kasar, menuangangkan isinya hingga kosong kantung tersebut. Kemudian bertanya lagi.
“Apakah masih ada ruang di stoples ini?” Sambil memandang seisi kelasnya.
“Kali ini pasti sudah penuh Prof!” Jawab seorang mahasiswa di deretan depan kelasnya cepat.

Tanpa menghiraukan kegaduhan kelasnya, sang Professor mengambil lagi kantung ketiga, menuangkan isinya kedalam stoples. Kali ini kantung ketiga berisi pasir halus tersisa separuh. Professor sepuh tersebut memandang kembali seisi kelasnya. Menelusuri kegaduhan kelasnya hingga hening.  Sambil tetap menatap seisi kelasnya, sang Professor menggoncang toples tersebut. Awalnya pelan, namun kemudian semakin cepat dan keras guncangan sang Professor. Pasir halus tersebut mengisi sela-sela batu dan kerikil.

Professor kemudian menuangkan lagi isi kantung ketiga yang terisa tadi, menggoyangkan stoples perlahan hingga pasir rata dengan bagian atas stoples. Isi kantung ketiga berpindah semuanya kedalam stoples.
“Bagaimana dengan sekarang?” Tanya sang Professor kembali.
Kelas gaduh. Namun kemudian seisi kelas yakin. Aklamasi. Suara bulat.
“Penuh! Sudah  tidak ada ruang.”
Professor tersenyum bijak. Kemudian menggeleng perlahan.
 “Masih ada. Selalu masih ada ruang tersisa.” Katanya perlahan.

Seisi kelas kembali gaduh. Beberapa dari mereka maju ke depan kelas. Menatap stoples sedikit memeriksa. Kemudian menggoyangkannya perlahan. Namun tetap saja, stoples berisi batu, kerikil dan pasir halus tersebut tidak berubah isinya. Rata. Penuh.
“Yakin, Prof! Sudah tak ada lagi benda apapun yang bisa masuk ke dalam toples ini.” Kata seorang mahasiswi yang tadi ikut penasaran mengoyang stoples. Sang professor kemudian mengambil gelas minumnya. Mengisinya dengan air hingga penuh. Secara perlahan, sang professor menuangkannya kedalam toples hingga kosong. Mengambil lagi air separuh gelas, dan menuangkannya kembali kedalam toples. Penuh. Tak setetespun air tercecer, begitu juga sebutir pasir pun dari dalam toples. Pas.

Para sahabat.

Ada banyak hal baik dalam kehidupan kita. Semua hal baik yang diyakini bagi kehidupan kita membutuhkan waktu dan bagiannya sendiri-sendiri untuk dapat kita ambil atau kita penuhi. Tidak semua hal baik tersedia dalam waktu yang sama agar dapat kita miliki. Butuh waktu. Butuh proses. Salah satu proses yang saat ini sedang kita lewati adalah proses belajar di bangku kuliah. Dan dalam proses ini ada banyak hal baik yang kita jumpai. Kesempatan saat ini adalah kesempatan untuk mengisi kehidupan kita.
Ada hal baik yang benar-benar penting dan segera harus dipenuhi. Ada lagi yang sama pentingnya dengan yang pertama namun tidak harus dipenuhi saat sekarang. Sebagian lagi bukan hal yang penting namun segera harus dipenuhi. Sementara lainnya mungkin bukan hal penting dan juga mungkin bukan hal yang harus segera dipenuhi, walaupun itu hal yang juga sama baiknya bagi kehidupan kita. Sama seperti ketiga hal lainnya tadi.

Sebagai mahasiswa, saat ini adalah waktu untuk mencicil hal-hal mana saja yang baik dan kita butuhkan untuk mengisi stoples kehidupan kita. Lulus kuliah tepat waktu, lulus dengan Indeks Prestasi (IPK) terbaik, menguasai dan trampil menggunakan bahasa asing. Dapat memahami berbagai karakter dan watak orang lain dan dapat bekerjasama dengan mereka melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus. Membaca banyak buku dan literature untuk memperkaya ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dari kelas kuliah.

Aktiv  dalam kelompok diskusi dan debat untuk melatik kemampuan berkomunikasi dan sistematika berbahasa lisan. Ikut dan aktiv dalam kegiatan social dan pengabdian masyarakat untuk melatih kepekaan dan keprihatinan terhadap sesama yang miskin yang membutuhkan pendampingan dan uluran tangan.

Pacaran untuk belajar memahami karakter perempuan atau laki-laki. Mengunjungi tempat-tempat wisata untuk membuang kejenuhan kuliah. Main futsal atau olahraga lain untuk menjaga kebugaran tubuh agar tetap fit dan sehat. Kursus memasak atau buat kue atau keterampilan lain untuk mengisi liburan smester. Main PS untuk melatih kecepatan berpikir dan kordinasi gerakan tangan dengan otak. Nonton di bioskop agar tidak tertinggal filem-filem bagus. Ke tempat hiburan malam untuk belajar bagaimana orang mempertaruhkan segalanya dalam bekerja.

Semua aktivitas ini adalah baik, dan mungkin berguna dalam hidup kita saat ini atau kelak dikemudian hari. Aktivitas-aktivitas ini mungkin ada yang lansung membantu pencapaian apapun tujuan hidup kita. Namun kita harus bisa membuat pilihan atas aktivitas-aktivitas tersebut. Pilihan atas aktivitas-aktivitas ini agar kita mampu mengidentifikasi mana aktivitas yang penting dan segera, mana aktivitas yang penting namun bisa ditunda. Aktivitas mana yang tidak penting namun harus saat itu juga dipenuhi dan juga agar kita bisa mengidentifikasi mana aktifitas yang barangkali belum penting dan tidak harus segera dilakukan. Bagaimana menentukan piliha-pilihan ini adalah bagian yang paling kritis. Keliru dalam membuat pilihan akan berdampak sangat serius dalam kehidupan kita.

Ketika pilihan sudah kita buat, aktivitas-aktifitas sudah berhasil kita identifikasi, tahap berikutnya adalah menentukan mana yang prioritas yang harus kita usahakan sungguh-sunguh dalam hidup kita. Aktivitas “batu”-aktivitas yang penting dan segera-mana yang harus masuk terlebidahulu agar aktivitas-aktivitas “kerikil,pasir dan air” lainnya bisa masuk kemudian.

Jika aktivitas-aktivitas “kerikil”-aktivitas yang penting namun bisa ditunda- yang pertama menjadi prioritas untuk mengisi hingga penuh stoples hidup kita maka aktivitas-aktivitas “batu” tidak akan dapat tempat  dalam stoples hidup kita, walaupun mungkin masih ada tersedia tempat buat aktivitas-aktivitas “pasir” dan “air”.

Jika kita keliru memilih aktivitas “air” –aktivitas yang tidak penting dan tidak segera- untuk terlebidahulu mengisi penuh stoples kehidupan kita bagaimana mungkin aktivitas lain bisa masuk?

Aktivitas-aktivitas “batu” yang kita pilih untuk terlebidahulu mengisi kehidupan kita otomatis akan menyingkirkan aktivitas “kerikil,pasir dan air”. Aktivitas-aktivitas yang penting dan segera itu barangkali akan menyita banyak waktu dan kesenangan kita. Jika lulus tepat waktu dengan IPK yang tinggi, kursus bahasa asing, aktiv di organisasi kemahasiswaan, terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat di kampus; menjadi aktivitas “batu” maka mau-tidak mau harus ada banyak konsekuensi yang mengikutinya.

Kita mungkin kehilangan banyak waktu untuk bermain. Mungkin sebagian waktu tidur kita tersisih karena belajar. Banyak kesenangan-kesenangan terlepaskan teralihkan untuk mengejar jadwal kuliah dan kursus yang padat. Hal-hal ini adalah konsekuensi dari pilihan yang kita buat. Tak terelahkan. Namun wajar.

Sebagian dari kita mungkin memberontak. Jika seluruh waktu dihabiskan untuk kuliah dan belajar kapan waktu untu main dan bersenang-senang. Bukankah itu juga baik bagi masa muda kita? Jangan takut bahwa kita tak akan sempat menikmati aktivitas-aktivitas “air” apapun bentuknya. Jika aktivitas “air” itu hanya sekedar nonton bioskop, main PS pun selalu masih bisa menjadi bagian dari kehidupan kita. Seperti kata Professor, “Selalu masih ada ruang tersisa”. Kragilan. February 29, 2012